Izmatul khaeriyah
Minggu, 18 Juni 2017
Rabu, 31 Mei 2017
Pendidikan Pancasila
PANCASILA BENTENG NASIONALISME
Pancasila sebagai dasar negara, ideologi dan jati diri bangsa indonesia menjadi karakter khas dalam berbangsa dan bernegara, nilai-nilai yang tercantum dalam pancasila juga harus tetap menjadi beteng nasionalisme bagi generasi saat ini sebagai penerus bangsa.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini haruslah tetap meningkatkan pemahaman tentang kebinekaan dalam pancasila, semua harus belajar bersatu dalam keberagaman dengan membentengi diri menggunakan pemahaman ideologi pancasila melalui kegiatan-kegiatan positif.
Pancasila merupakan hal sakral dan bukan tidak bisa di implementasikan, dari kelima sila pancasila telah memberikan kita pedoman tentang kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pancasila akan menjadi perekat dalam kehidupan rakyat indonesia yang plural terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan ras, serta sebagai benteng ketahanan nasional pancasila sangat berperan penting dalam pencapaian suatu tujuan nsional yang pada intinya tercapainya keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia.
Selasa, 04 April 2017
PANCASILA SILA KEDUA
“ Sila : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab “
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pendiidkan Pancasila
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, M.Pd.
Disusun Oleh :
1. Izmatul Khaeriyah (1603036050)
2. Rif’atul Muhimmah (1603036051)
3. Siti Isnaini (1603036052)
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sila : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada beliau insan termulia Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh pendidikan yang patut dijadikan teladan dalam setiap proses pendidikan.
Penulisan makalah ini ditulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila Jurusan Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari terdapat banyak kesalahan di luar sepengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik berupa saran sangat penulis harapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah ini demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan alhamdulillah kepada Allah SWT, dan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah ini. Semoga bermanfaat. Amin
Penulis,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang..................................................................................................1
Rumusan Masalah.............................................................................................1
Tujuan Penulisan...............................................................................................2
BAB II Pembahasan
Perumusan Sila Kedua Pancasila......................................................................3
Makna Sila Kedua Pancasila.............................................................................6
Hubungan antara Kemanusiaan dan Kebangsaan.............................................8
Membumikan Sila Kedua Pancasila.................................................................9
BAB III Penutup
Kesimpulan.....................................................................................................11
Saran................................................................................................................12
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telah diketahui bangsa Indonesia terbentuk dari proses yang sangat panjang sejak kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah dan menguasai bangsa Indonesia. Sehingga setelah melalui proses yang cukup panjang dalam perjalanan bangsa Indonesia akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya yang didalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri negara kita dirumuskan dalam satu rumusan yang sederhana namun mendalam yaitu Pancasila yang berisi lima prinsip negara Indonesia.
Dengan adanya pancasila, bangsa Indonesia telah memiliki visi serta pandanagn hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Yang pada dasarnya jauh sebelum pancasila dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara indonesia nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila telah dimiliki bangsa Indonesia.
Dengan demikian asal nilai-nilai pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Dalam hal ini kami mengambil contoh dari sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Rumusan Masalah
Bagaimanan proses perumusan sila kedua pancasila?
Apa makna sila kedua pancasila?
Bagaiman hubungan kemanusiaan dan kebangsaan?
Bagaimanan cara membumikan sila kedua pancasila?
Tujuan Penulisan
Mengetahui proses perumusan sila kedua pancasila.
Mengetahui makna sila kedua pancasila.
Mengetahui hubungan kemanusiaan dan kebangsaan.
Mengetahui cara membumikan sila kedua pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Perumusan Sila Kedua Pancasila
Pada tahun 1926, Soekarno menulis esai dalam majalah Indonesia Moeda, dengan judul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” yang mengidealkan sintesis dari deologi-ideologi besar tersebut demi terciptanya senyawa antar ideologi dalam kerangka konstruksi kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia.
Pada awal tahun 1930-an, Soekarno mulai merumuskan sintesis dari substansi ketiga unsur ideologi dalam istilah “sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi”. Sosio-nasionalisme yang dimaksud adalah semangat kebangsaan yang menjunjung tinggi perikemanusiaan ke dalam dan ke luar, “yang tidak mencari ‘gebyarnya’ atau kilaunya negeri ke luar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia”. Adapun sosio-demokrasi adalah demokrasi yang memperjuangkan keadilan sosial, yang tidak hanya memedulikan hak-hak sipil dan politik, melainkan juga hak ekonomi, “demokrasi sejati jang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki”.
Dalam merespons permintaan Radjiman mengenai dasar negara Indonesia, sebelum pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945, anggota-anggota BPUPKI lainnya telah mengemukakan pandangannya. Pentingnya nilai ketuhanan sebagai fundamental kenegaraan antara lain dikemukakan oleh muhammad Yamin, Wiranatakoesoema, Soerio, Soesanto Tirtoprodjo, Dasaad, Agoes Salim, Abdoelrachim Pratalykrama, Abdul Kadir, K.H. Sanoesi, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Soepomo dan Mohammad Hatta.” Pentingnya nilai kemanusiaan sebagai fundamen kenegaraan antara lain dikemukan oleh radjiman Wediodiningrat, Muhammad Yain, Wiratnakoesoemo, Woerjaningrat, Soesanto Tirtoprodjo, Wongsonagoro, Soepomo, Liem Koen Hian, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo. Pentingnya nilai persatuan sebagai fundamen kenegaraan dikemukakan antara lain Muhammad Yamin, Sosrodiningrat, Wiranatakoesoemo, Woerjaningrat, Soerio, Soesanto Tirtoprodjo, A. Rachim Pratalykrama, dan Soekiman, Abdul Kadir, Soepomo, Dahler, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo.
Meski demikian, prinsip-prinsip yang diajukan masih bersifat serabutan, belum ada yang merumuskannya secara sistematis dan holistik sebagai suatu dasar negara yang koheren. Dalam kesempatan lain, Soekarno mengatakan bahwa kita dalam mengadakan Negara Indonesia Merdeka itu, “tidak hanya dapat meletakkan negara itu atas suatu meja statis yang dapat mempersatukan segenap elemen di dalam bangsa itu, tetapi juga harus mempunyai tuntunan dinamis ke arah mana kita gerakkan rakyat, bangsa, dan negara ini”.
Dengan kata lain, dasar dari semua sila Pancasila adalah gotong-royong (ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang dan toleran), bukan ketuhanan yang saling menyerang dan mengucilkan. Prinsip internasionalismenya harus berjiwa gotong-royong (yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan), bukan internasionalisme yang menjajah dan eksploitasi. Prinsip kebangsaannya harus berjiwa gotong royong (mampu mengembangkan persatuan dari aneka perbedaan, “bhenika tunggal ika”), bukan kebangsaan yang meniadakan perbedaan atau menolak persatuan. Prinsip demokrasi harus berjiwa gotong-royong (mengembangkan musyawarah mufakat) atau minoritas elite penguasa-pemodal (minorokrasi). Prinsip kesejahteraannya harus berjiwa gotong-royong (mengembangkan partisipasi dan emanissai di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan), bukan visi kesejahteraan yang berbasis individualisme-kapitalisme, bukan pula yang mengekang kebebasan individu seperti dalam sistem etatisme.
Di akhir masa persidangan pertama, ketua BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang bertugas untuk mengumpulkan usul-usul para anggota yang akan dibahas pada masa sidang berikutnya (10-17 Juli 1945). Panitia kecil yang resmi beranggotakan sembilan orang (Panitia Sembilan) di bawah pimpinan Soekarno. Terdiri dari 6 orang wakil golongan kebangsaan dan 2 orang wakil golongan Islam.
Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) mencerminkan usaha kompromi antara golongan Islam dan kebangsaan. Titik temu antara kedua golongan tersebut diikat pada alinea ketiga: Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keingan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas...” Alinea ini mencerminkan pandangan gologan kebangsaan yang menitikberatkan kehidupan kebangsaan yang bebas, dan golongan Islam yang melandaskan perjuangannya atas rahmat Allah. Menurut Muhammad Yamin, dengan menyebut “Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa”, Konstitusi Republik Indonesia berlindung kepada Allah, dan dengan itu “maka syarat agama dipenuhi dan rakyat pun tentu menimbulkan perasaan yang baik terhadap hukum dasar.
Ujung kompromi bermuara pada alinea terakhir yang mengandung rumusan dasar negara berdasarkan prinsip-prindip Pancasila. Islam tidak dijadikan dasar negara dan agama negara, tetapi terjadi perubahan dalam tata urut Pancasila dari susunan yang dikemukakan Soekarno pada 1 Juni. Prinsip “Ketuhanan” dipindah dari sila terakhir ke sila pertama.
Selain itu, prinsip “Internasionalisme atau peri-kemanusiaan” tetap diletakkan pada sila kedua, namun redaksinya mengalami penyempurnaan menjadi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Prinsip “Kebangsaan Indonesia” berubah posisinya dari sila pertama menjadi sila ketiga. Bunyinya menjadi “Persatuan Indonesia”. Prinsip “Mufakat atau demokrasi” berubah posisinya dari sila ketiga menjadi sila keempat. Bunyinya menjadi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Prinsip “Kesejahteraan sosial” berubah posisinya dari sila keempat menjadi sila kelima. Bunyinya menjadi “kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
B. Makna Sila Kedua Pancasila
Kemanusiaan yang adil dan beradab, memiliki tiga kata kunci di sini. Yaitu kemanusiaan, adil, dan beradab. Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang memiliki potensi pikir, rasa, krasa, dan cipta karena berpotensi memiliki (menduduki) martabat yang tinggi. Dengan akal budinya manuisa berkebudayaan dan dengan budi nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma.
Sedangkan adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma yang objektif, tidak subjektif apalagi sewenang-wenang dan otoriter.
Beradab sendiri berasal dari kata adab, memiliki arti budaya yang telah berabad-abad dalam kehidupan manusia. Jadi, beradab berarti berkebudayaan, bertata kesopanan, berkesusilaan (bermoral). Dengan kata lain beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manuisa dalam hubungan dengan norma-norma, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia, terhadap alam, dan sang pencipta.
Sebagaimana yang telah kita ketahui sila-sila dari pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, maka di dalam tiap sila terkandung sila-sila yang lain. Sehingga kemanusiaan adalah kemanusiaan yang berketuhanan yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab berarti manusia harus diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya, tanpa menbedakan suku, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Dapat diketahui bahwa negara adalah lembaga kemanusiaan yang diadakan oleh manusia. Maka manusia adalah subjek pendukung pokok negara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara adalah dari, oleh dan untuk manusia itu sendiri. Yang pada hakikatnya yang bersatu untuk membentuk suatu negara adalah manusia dan manusia yang bersatu dalam suatu negara disebut rakyat sebagai unsur pokok negara, serta terwujudnya keadilan bersama adalah: keadilan dalam hidup manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi pekerti dan hati nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradab pada sila ini adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama. Sedangkan nilai kemanusiaan yang adil mengandung makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap tuhan yang maha Esa.
Dari penjelasan diatas makna atau nilai yang terkandung dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah menjunjung tinggi harkat martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa menbedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama, mengembangkan sikap saling mencintai sesama maunsia, tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, yang pada intinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
C. Hubungan Kemanusiaan dan Kebangsaan
Manusia merupakan hal pokok dari suatu negara. Sebagaimana yang telah kita jelaskan diatas bahwa negara adalah bentukan dari, oleh, dan untuk manusia yang menempati suatu negara yang disebut dengan rakyat. Sedangkan rakyat sendiri merupakan sekumpulan orang (manusia) yang menempati suatu wilayah yang sama, yang dipimpin oleh pemerintah yang sama, dan memiliki tujuan yang sama pula. Dimana manusia merupakan makhluk masyarakat (homo socius). Karena itu, seperti yang dikatakan Bung Karno, bangsa tak dapat hidup sendiri. Bangsa hanya dapat hidup di dalam masyarakat manusia dan masyarakat bangsa-bangsa.
Ir. Soekarno mulai merumuskan sintesis dari unsur ideologi Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme ke dalam istilah “sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi”. Sosio-nasionalisme yang dimaksud adalah semangat kebangsaan yang menjunjung tinggi perikemanusiaan ke dalam dan ke luar, “yang tidak mencari ‘gebyarnya’ atau kilaunya negeri ke luar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia”. Adapun sosio-demokrasi adalah demokrasi yang memperjuangkan keadilan sosial, yang tidak hanya memedulikan hak-hak sipil dan politik, melainkan juga hak ekonomi.
Sebelum menghasilkan sila kedua yang saat ini kita pakai dan tertera pada pancasila, pada mulanya sila ini berasal dari prinsip “Internasionalisme atau peri-kemanusiaan”. Prinsip internasionalismenya harus berjiwa gotong-royong yaitu yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan, bukan internasionalisme yang menjajah dan mengeksploitasi manusia. Sedangkan dalam bernegara perlu adanya prinsip berkebangsaan. Prinsip kebangsaannya harus berjiwa gotong royong yaitu mampu mengembangkan persatuan dari aneka perbedaan, yaitu merealisaasikan Bhineka Tunggal Ika, bukan kebangsaan yang meniadakan perbedaan atau menolak persatuan.
D. Membumikan Sila Kedua Pancasila
Dalam proses realisasi, sosialisasi, dan pembudayaan (membumikan) pancasila, pertama-tama harus dipahami terlebih dahulu bahwa pancasila merupakan suatu sistem nilai, dimana kelima sila merupakan suatu kesatuan yang sistematik, sehingga setiap sila tidak dapat dipisahkan dengan sila lainnya.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki butir-butir nilai yang telah dijabarkan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dari setiap warga negara untuk bertindak dan membudayakan sila kedua pancasila ini, kemanusiaan yang adil dan beradab. Diantaranya adalah :
1. Mengakui pesamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
6. Berani membela kebenaran.
7. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagian bagian dari seluruh umat manusia, karena dikembangkanlah sikap hormat menghormati dengan sesama.
Dengan senantiasa melaksanakan butir-butir sila kedua pancasila tersebut, diharapkan terbentuknya moral suatu bangsa yang akan menjadi tolok ukur atau barometer peradaban bangsa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Telah diketahui bangsa Indonesia terbentuk dari proses yang sangat panjang. Pada tahun 1926, Soekarno menulis esai dalam majalah Indonesia Moeda, dengan judul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” yang mengidealkan sintesis dari deologi-ideologi besar tersebut demi terciptanya senyawa antar ideologi dalam kerangka konstruksi kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia. Pada awal tahun 1930-an, soekarno mulai merumuskan sintesis dari substansi ketiga unsur ideologi dalam istilah “sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi”.
Makna atau nilai yang terkandung dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah menjunjung tinggi harkat martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa menbedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama, mengembangkan sikap saling mencintai sesama maunsia, tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, yang pada intinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Manusia merupakan hal pokok dari suatu negara. Dimana negara adalah bentukan dari, oleh, dan untuk manusia yang menempati suatu negara yang disebut dengan rakyat. Sedangkan rakyat sendiri merupakan sekumpulan orang (manusia) yang menempati suatu wilayah yang sama, yang dipimpin oleh pemerintah yang sama, dan memiliki tujuan yang sama pula.
Membudayakan sila kemanusiaan yang beradab diantaranya dengan cara mengakui pesamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia, Saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap orang lain, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, berani membela kebenaran, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, bangsa Indonesia merasa dirinya sebagian bagian dari seluruh umat manusia, karena dikembangkanlah sikap hormat menghormati dengan sesama.
Saran
Demikianlah makalah yang kami susun. Semoga makalah ini dapat membantu kita untuk lebih memahami tentang sila kedua pancasila “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Mohon kemakluman dari dosen, teman-teman dan pembaca jika dalam makalah kami terdapat banyak keliruan baik bahasa maupun pemahaman. Karena tidak ada sesuatu yang sempurna yang manusia ciptakan. Terimakasih .
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. (2014). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: PARADIGMA.
Notonagoro. (1994). Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Bumi Aksara.
Latif, Yudi. Negara paripurna: historisitas, rasionalitas, dan aktualitas Pancasila. Gramedia Pustaka Utama, 2011.
www.berdikarionline.com/bung-karno-hubungan-perikemanusiaan-dan-kebangsaan/
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pendiidkan Pancasila
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, M.Pd.
Disusun Oleh :
1. Izmatul Khaeriyah (1603036050)
2. Rif’atul Muhimmah (1603036051)
3. Siti Isnaini (1603036052)
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sila : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada beliau insan termulia Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh pendidikan yang patut dijadikan teladan dalam setiap proses pendidikan.
Penulisan makalah ini ditulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila Jurusan Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari terdapat banyak kesalahan di luar sepengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik berupa saran sangat penulis harapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah ini demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan alhamdulillah kepada Allah SWT, dan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah ini. Semoga bermanfaat. Amin
Penulis,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang..................................................................................................1
Rumusan Masalah.............................................................................................1
Tujuan Penulisan...............................................................................................2
BAB II Pembahasan
Perumusan Sila Kedua Pancasila......................................................................3
Makna Sila Kedua Pancasila.............................................................................6
Hubungan antara Kemanusiaan dan Kebangsaan.............................................8
Membumikan Sila Kedua Pancasila.................................................................9
BAB III Penutup
Kesimpulan.....................................................................................................11
Saran................................................................................................................12
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telah diketahui bangsa Indonesia terbentuk dari proses yang sangat panjang sejak kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah dan menguasai bangsa Indonesia. Sehingga setelah melalui proses yang cukup panjang dalam perjalanan bangsa Indonesia akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya yang didalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri negara kita dirumuskan dalam satu rumusan yang sederhana namun mendalam yaitu Pancasila yang berisi lima prinsip negara Indonesia.
Dengan adanya pancasila, bangsa Indonesia telah memiliki visi serta pandanagn hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Yang pada dasarnya jauh sebelum pancasila dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara indonesia nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila telah dimiliki bangsa Indonesia.
Dengan demikian asal nilai-nilai pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Dalam hal ini kami mengambil contoh dari sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Rumusan Masalah
Bagaimanan proses perumusan sila kedua pancasila?
Apa makna sila kedua pancasila?
Bagaiman hubungan kemanusiaan dan kebangsaan?
Bagaimanan cara membumikan sila kedua pancasila?
Tujuan Penulisan
Mengetahui proses perumusan sila kedua pancasila.
Mengetahui makna sila kedua pancasila.
Mengetahui hubungan kemanusiaan dan kebangsaan.
Mengetahui cara membumikan sila kedua pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Perumusan Sila Kedua Pancasila
Pada tahun 1926, Soekarno menulis esai dalam majalah Indonesia Moeda, dengan judul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” yang mengidealkan sintesis dari deologi-ideologi besar tersebut demi terciptanya senyawa antar ideologi dalam kerangka konstruksi kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia.
Pada awal tahun 1930-an, Soekarno mulai merumuskan sintesis dari substansi ketiga unsur ideologi dalam istilah “sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi”. Sosio-nasionalisme yang dimaksud adalah semangat kebangsaan yang menjunjung tinggi perikemanusiaan ke dalam dan ke luar, “yang tidak mencari ‘gebyarnya’ atau kilaunya negeri ke luar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia”. Adapun sosio-demokrasi adalah demokrasi yang memperjuangkan keadilan sosial, yang tidak hanya memedulikan hak-hak sipil dan politik, melainkan juga hak ekonomi, “demokrasi sejati jang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki”.
Dalam merespons permintaan Radjiman mengenai dasar negara Indonesia, sebelum pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945, anggota-anggota BPUPKI lainnya telah mengemukakan pandangannya. Pentingnya nilai ketuhanan sebagai fundamental kenegaraan antara lain dikemukakan oleh muhammad Yamin, Wiranatakoesoema, Soerio, Soesanto Tirtoprodjo, Dasaad, Agoes Salim, Abdoelrachim Pratalykrama, Abdul Kadir, K.H. Sanoesi, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Soepomo dan Mohammad Hatta.” Pentingnya nilai kemanusiaan sebagai fundamen kenegaraan antara lain dikemukan oleh radjiman Wediodiningrat, Muhammad Yain, Wiratnakoesoemo, Woerjaningrat, Soesanto Tirtoprodjo, Wongsonagoro, Soepomo, Liem Koen Hian, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo. Pentingnya nilai persatuan sebagai fundamen kenegaraan dikemukakan antara lain Muhammad Yamin, Sosrodiningrat, Wiranatakoesoemo, Woerjaningrat, Soerio, Soesanto Tirtoprodjo, A. Rachim Pratalykrama, dan Soekiman, Abdul Kadir, Soepomo, Dahler, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo.
Meski demikian, prinsip-prinsip yang diajukan masih bersifat serabutan, belum ada yang merumuskannya secara sistematis dan holistik sebagai suatu dasar negara yang koheren. Dalam kesempatan lain, Soekarno mengatakan bahwa kita dalam mengadakan Negara Indonesia Merdeka itu, “tidak hanya dapat meletakkan negara itu atas suatu meja statis yang dapat mempersatukan segenap elemen di dalam bangsa itu, tetapi juga harus mempunyai tuntunan dinamis ke arah mana kita gerakkan rakyat, bangsa, dan negara ini”.
Dengan kata lain, dasar dari semua sila Pancasila adalah gotong-royong (ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang dan toleran), bukan ketuhanan yang saling menyerang dan mengucilkan. Prinsip internasionalismenya harus berjiwa gotong-royong (yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan), bukan internasionalisme yang menjajah dan eksploitasi. Prinsip kebangsaannya harus berjiwa gotong royong (mampu mengembangkan persatuan dari aneka perbedaan, “bhenika tunggal ika”), bukan kebangsaan yang meniadakan perbedaan atau menolak persatuan. Prinsip demokrasi harus berjiwa gotong-royong (mengembangkan musyawarah mufakat) atau minoritas elite penguasa-pemodal (minorokrasi). Prinsip kesejahteraannya harus berjiwa gotong-royong (mengembangkan partisipasi dan emanissai di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan), bukan visi kesejahteraan yang berbasis individualisme-kapitalisme, bukan pula yang mengekang kebebasan individu seperti dalam sistem etatisme.
Di akhir masa persidangan pertama, ketua BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang bertugas untuk mengumpulkan usul-usul para anggota yang akan dibahas pada masa sidang berikutnya (10-17 Juli 1945). Panitia kecil yang resmi beranggotakan sembilan orang (Panitia Sembilan) di bawah pimpinan Soekarno. Terdiri dari 6 orang wakil golongan kebangsaan dan 2 orang wakil golongan Islam.
Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) mencerminkan usaha kompromi antara golongan Islam dan kebangsaan. Titik temu antara kedua golongan tersebut diikat pada alinea ketiga: Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keingan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas...” Alinea ini mencerminkan pandangan gologan kebangsaan yang menitikberatkan kehidupan kebangsaan yang bebas, dan golongan Islam yang melandaskan perjuangannya atas rahmat Allah. Menurut Muhammad Yamin, dengan menyebut “Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa”, Konstitusi Republik Indonesia berlindung kepada Allah, dan dengan itu “maka syarat agama dipenuhi dan rakyat pun tentu menimbulkan perasaan yang baik terhadap hukum dasar.
Ujung kompromi bermuara pada alinea terakhir yang mengandung rumusan dasar negara berdasarkan prinsip-prindip Pancasila. Islam tidak dijadikan dasar negara dan agama negara, tetapi terjadi perubahan dalam tata urut Pancasila dari susunan yang dikemukakan Soekarno pada 1 Juni. Prinsip “Ketuhanan” dipindah dari sila terakhir ke sila pertama.
Selain itu, prinsip “Internasionalisme atau peri-kemanusiaan” tetap diletakkan pada sila kedua, namun redaksinya mengalami penyempurnaan menjadi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Prinsip “Kebangsaan Indonesia” berubah posisinya dari sila pertama menjadi sila ketiga. Bunyinya menjadi “Persatuan Indonesia”. Prinsip “Mufakat atau demokrasi” berubah posisinya dari sila ketiga menjadi sila keempat. Bunyinya menjadi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Prinsip “Kesejahteraan sosial” berubah posisinya dari sila keempat menjadi sila kelima. Bunyinya menjadi “kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
B. Makna Sila Kedua Pancasila
Kemanusiaan yang adil dan beradab, memiliki tiga kata kunci di sini. Yaitu kemanusiaan, adil, dan beradab. Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang memiliki potensi pikir, rasa, krasa, dan cipta karena berpotensi memiliki (menduduki) martabat yang tinggi. Dengan akal budinya manuisa berkebudayaan dan dengan budi nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma.
Sedangkan adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma yang objektif, tidak subjektif apalagi sewenang-wenang dan otoriter.
Beradab sendiri berasal dari kata adab, memiliki arti budaya yang telah berabad-abad dalam kehidupan manusia. Jadi, beradab berarti berkebudayaan, bertata kesopanan, berkesusilaan (bermoral). Dengan kata lain beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manuisa dalam hubungan dengan norma-norma, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia, terhadap alam, dan sang pencipta.
Sebagaimana yang telah kita ketahui sila-sila dari pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, maka di dalam tiap sila terkandung sila-sila yang lain. Sehingga kemanusiaan adalah kemanusiaan yang berketuhanan yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab berarti manusia harus diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya, tanpa menbedakan suku, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Dapat diketahui bahwa negara adalah lembaga kemanusiaan yang diadakan oleh manusia. Maka manusia adalah subjek pendukung pokok negara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara adalah dari, oleh dan untuk manusia itu sendiri. Yang pada hakikatnya yang bersatu untuk membentuk suatu negara adalah manusia dan manusia yang bersatu dalam suatu negara disebut rakyat sebagai unsur pokok negara, serta terwujudnya keadilan bersama adalah: keadilan dalam hidup manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi pekerti dan hati nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradab pada sila ini adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama. Sedangkan nilai kemanusiaan yang adil mengandung makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap tuhan yang maha Esa.
Dari penjelasan diatas makna atau nilai yang terkandung dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah menjunjung tinggi harkat martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa menbedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama, mengembangkan sikap saling mencintai sesama maunsia, tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, yang pada intinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
C. Hubungan Kemanusiaan dan Kebangsaan
Manusia merupakan hal pokok dari suatu negara. Sebagaimana yang telah kita jelaskan diatas bahwa negara adalah bentukan dari, oleh, dan untuk manusia yang menempati suatu negara yang disebut dengan rakyat. Sedangkan rakyat sendiri merupakan sekumpulan orang (manusia) yang menempati suatu wilayah yang sama, yang dipimpin oleh pemerintah yang sama, dan memiliki tujuan yang sama pula. Dimana manusia merupakan makhluk masyarakat (homo socius). Karena itu, seperti yang dikatakan Bung Karno, bangsa tak dapat hidup sendiri. Bangsa hanya dapat hidup di dalam masyarakat manusia dan masyarakat bangsa-bangsa.
Ir. Soekarno mulai merumuskan sintesis dari unsur ideologi Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme ke dalam istilah “sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi”. Sosio-nasionalisme yang dimaksud adalah semangat kebangsaan yang menjunjung tinggi perikemanusiaan ke dalam dan ke luar, “yang tidak mencari ‘gebyarnya’ atau kilaunya negeri ke luar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia”. Adapun sosio-demokrasi adalah demokrasi yang memperjuangkan keadilan sosial, yang tidak hanya memedulikan hak-hak sipil dan politik, melainkan juga hak ekonomi.
Sebelum menghasilkan sila kedua yang saat ini kita pakai dan tertera pada pancasila, pada mulanya sila ini berasal dari prinsip “Internasionalisme atau peri-kemanusiaan”. Prinsip internasionalismenya harus berjiwa gotong-royong yaitu yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan, bukan internasionalisme yang menjajah dan mengeksploitasi manusia. Sedangkan dalam bernegara perlu adanya prinsip berkebangsaan. Prinsip kebangsaannya harus berjiwa gotong royong yaitu mampu mengembangkan persatuan dari aneka perbedaan, yaitu merealisaasikan Bhineka Tunggal Ika, bukan kebangsaan yang meniadakan perbedaan atau menolak persatuan.
D. Membumikan Sila Kedua Pancasila
Dalam proses realisasi, sosialisasi, dan pembudayaan (membumikan) pancasila, pertama-tama harus dipahami terlebih dahulu bahwa pancasila merupakan suatu sistem nilai, dimana kelima sila merupakan suatu kesatuan yang sistematik, sehingga setiap sila tidak dapat dipisahkan dengan sila lainnya.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab memiliki butir-butir nilai yang telah dijabarkan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dari setiap warga negara untuk bertindak dan membudayakan sila kedua pancasila ini, kemanusiaan yang adil dan beradab. Diantaranya adalah :
1. Mengakui pesamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
6. Berani membela kebenaran.
7. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagian bagian dari seluruh umat manusia, karena dikembangkanlah sikap hormat menghormati dengan sesama.
Dengan senantiasa melaksanakan butir-butir sila kedua pancasila tersebut, diharapkan terbentuknya moral suatu bangsa yang akan menjadi tolok ukur atau barometer peradaban bangsa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Telah diketahui bangsa Indonesia terbentuk dari proses yang sangat panjang. Pada tahun 1926, Soekarno menulis esai dalam majalah Indonesia Moeda, dengan judul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” yang mengidealkan sintesis dari deologi-ideologi besar tersebut demi terciptanya senyawa antar ideologi dalam kerangka konstruksi kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia. Pada awal tahun 1930-an, soekarno mulai merumuskan sintesis dari substansi ketiga unsur ideologi dalam istilah “sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi”.
Makna atau nilai yang terkandung dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah menjunjung tinggi harkat martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa menbedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama, mengembangkan sikap saling mencintai sesama maunsia, tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, yang pada intinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Manusia merupakan hal pokok dari suatu negara. Dimana negara adalah bentukan dari, oleh, dan untuk manusia yang menempati suatu negara yang disebut dengan rakyat. Sedangkan rakyat sendiri merupakan sekumpulan orang (manusia) yang menempati suatu wilayah yang sama, yang dipimpin oleh pemerintah yang sama, dan memiliki tujuan yang sama pula.
Membudayakan sila kemanusiaan yang beradab diantaranya dengan cara mengakui pesamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia, Saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap orang lain, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, berani membela kebenaran, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, bangsa Indonesia merasa dirinya sebagian bagian dari seluruh umat manusia, karena dikembangkanlah sikap hormat menghormati dengan sesama.
Saran
Demikianlah makalah yang kami susun. Semoga makalah ini dapat membantu kita untuk lebih memahami tentang sila kedua pancasila “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Mohon kemakluman dari dosen, teman-teman dan pembaca jika dalam makalah kami terdapat banyak keliruan baik bahasa maupun pemahaman. Karena tidak ada sesuatu yang sempurna yang manusia ciptakan. Terimakasih .
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. (2014). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: PARADIGMA.
Notonagoro. (1994). Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Bumi Aksara.
Latif, Yudi. Negara paripurna: historisitas, rasionalitas, dan aktualitas Pancasila. Gramedia Pustaka Utama, 2011.
www.berdikarionline.com/bung-karno-hubungan-perikemanusiaan-dan-kebangsaan/
Selasa, 14 Maret 2017
AYATISASI PANCASILA
AYATISASI PANCASILA AL-QUR'AN JUZ 9
1. Ketuhanan yang maha Esa (Surat Al-A’raaf ayat 121)
قَالُوٓاْ ءَامَنَّا بِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٢١
121. Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam”
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab (Surat Al-A’raaf ayat 105)
حَقِيقٌ عَلَىٰٓ أَن لَّآ أَقُولَ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّۚ قَدۡ جِئۡتُكُم بِبَيِّنَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ فَأَرۡسِلۡ مَعِيَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ١٠٥
105. wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku"
3. Persatuan indonesia (Surat Al-A’raaf ayat 145)
وَكَتَبۡنَا لَهُۥ فِي ٱلۡأَلۡوَاحِ مِن كُلِّ شَيۡءٖ مَّوۡعِظَةٗ وَتَفۡصِيلٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ فَخُذۡهَا بِقُوَّةٖ وَأۡمُرۡ قَوۡمَكَ يَأۡخُذُواْ بِأَحۡسَنِهَاۚ سَأُوْرِيكُمۡ دَارَ ٱلۡفَٰسِقِينَ ١٤٥
145. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan (Surat Al-A’raaf ayat 129 dan 142)
قَالُوٓاْ أُوذِينَا مِن قَبۡلِ أَن تَأۡتِيَنَا وَمِنۢ بَعۡدِ مَا جِئۡتَنَاۚ قَالَ عَسَىٰ رَبُّكُمۡ أَن يُهۡلِكَ عَدُوَّكُمۡ وَيَسۡتَخۡلِفَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَيَنظُرَ كَيۡفَ تَعۡمَلُونَ ١٢٩
129. Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir´aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu”.
۞وَوَٰعَدۡنَا مُوسَىٰ ثَلَٰثِينَ لَيۡلَةٗ وَأَتۡمَمۡنَٰهَا بِعَشۡرٖ فَتَمَّ مِيقَٰتُ رَبِّهِۦٓ أَرۡبَعِينَ لَيۡلَةٗۚ وَقَالَ مُوسَىٰ لِأَخِيهِ هَٰرُونَ ٱخۡلُفۡنِي فِي قَوۡمِي وَأَصۡلِحۡ وَلَا تَتَّبِعۡ سَبِيلَ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ١٤٢
142. Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan"
5. keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia (Surat Al-A’raaf ayat 181)
وَمِمَّنۡ خَلَقۡنَآ أُمَّةٞ يَهۡدُونَ بِٱلۡحَقِّ وَبِهِۦ يَعۡدِلُونَ ١٨١
181. Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.
1. Ketuhanan yang maha Esa (Surat Al-A’raaf ayat 121)
قَالُوٓاْ ءَامَنَّا بِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٢١
121. Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta alam”
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab (Surat Al-A’raaf ayat 105)
حَقِيقٌ عَلَىٰٓ أَن لَّآ أَقُولَ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّۚ قَدۡ جِئۡتُكُم بِبَيِّنَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ فَأَرۡسِلۡ مَعِيَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ١٠٥
105. wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku"
3. Persatuan indonesia (Surat Al-A’raaf ayat 145)
وَكَتَبۡنَا لَهُۥ فِي ٱلۡأَلۡوَاحِ مِن كُلِّ شَيۡءٖ مَّوۡعِظَةٗ وَتَفۡصِيلٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ فَخُذۡهَا بِقُوَّةٖ وَأۡمُرۡ قَوۡمَكَ يَأۡخُذُواْ بِأَحۡسَنِهَاۚ سَأُوْرِيكُمۡ دَارَ ٱلۡفَٰسِقِينَ ١٤٥
145. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan (Surat Al-A’raaf ayat 129 dan 142)
قَالُوٓاْ أُوذِينَا مِن قَبۡلِ أَن تَأۡتِيَنَا وَمِنۢ بَعۡدِ مَا جِئۡتَنَاۚ قَالَ عَسَىٰ رَبُّكُمۡ أَن يُهۡلِكَ عَدُوَّكُمۡ وَيَسۡتَخۡلِفَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَيَنظُرَ كَيۡفَ تَعۡمَلُونَ ١٢٩
129. Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir´aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu”.
۞وَوَٰعَدۡنَا مُوسَىٰ ثَلَٰثِينَ لَيۡلَةٗ وَأَتۡمَمۡنَٰهَا بِعَشۡرٖ فَتَمَّ مِيقَٰتُ رَبِّهِۦٓ أَرۡبَعِينَ لَيۡلَةٗۚ وَقَالَ مُوسَىٰ لِأَخِيهِ هَٰرُونَ ٱخۡلُفۡنِي فِي قَوۡمِي وَأَصۡلِحۡ وَلَا تَتَّبِعۡ سَبِيلَ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ١٤٢
142. Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan"
5. keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia (Surat Al-A’raaf ayat 181)
وَمِمَّنۡ خَلَقۡنَآ أُمَّةٞ يَهۡدُونَ بِٱلۡحَقِّ وَبِهِۦ يَعۡدِلُونَ ١٨١
181. Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.
Langganan:
Komentar (Atom)
tugas presentasi
Tugas aplikom 1 konsep jaringan from Izmatul Khaeriyah
-
PANCASILA BENTENG NASIONALISME Pancasila sebagai dasar negara, ideologi dan jati diri bangsa indonesia menjadi karakter khas dalam...
-
“ Sila : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab “ MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Pendiidkan Pancasila Dosen Pengampu : M...
-
Aplikom berita(1) from Izmatul Khaeriyah